Barangini penting terutama bagi orang-orang yang tidak bisa lepas dari ponsel. Namun membelinya di bandara justru bisa jadi menimbulkan masalah baru bagi pelancong. "Jangan membuat kesalahan dengan membelinya di bandara, tapi Anda baru sadar kalau itu masih perlu diisi daya," katanya dikutip dari The Sun, Sabtu (26/2/2021). Barangbarang yang tidak boleh disita menurut ketentuan Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut: a. Pakaian dan temat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak Sejumlah barang bawaan jemaah calon haji disita oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Surabaya.Hal itu lantaran sejumlah jemaah calon haji membawa barang yang tidak diperbolehkan menurut aturan penerbangan internasional. Ketua PPIH Embarkasi Surabaya Husnul Maram telah memastikan dan mensosialisasikan kepada para jemaah calon haji mengenai barang-barang bawaan Penyitaanini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita untuk kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan ini berarti bahwa barang-barang itu disimpan (diconserveer) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual (ps. 197 ayat 9, 199 HIR, 212, 214 Rbg). SusnoDuadji juga menekankan, pakaian tersebut harus dijadikan barang bukti dan tidak boleh dicuci. "Kenapa disita? karena ada kasus asusila (katanya)," ujar mantan Kabareskrim. Barang selanjutnya yang harus disita oleh pihak kepolisian yakni handpone orang yang berada di TKP. tabel angsuran gadai bpkb motor di pegadaian. Jika si A melakukan tindak pidana dan penyidik melakukan penyitaan barang, sedangkan barang yang disita adalah bukan milik si A melainkan milik si B dan tidak ada hubungan dengan kejahatan si A. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan si B terhadap tindakan penyidik tersebut?Terima kasih atas pertanyaan Anda ketahui bahwa Penyitaan adalah salah satu upaya paksa dwang middelen yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana “KUHAP”, yaitu dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, Pasal 38 s/d 46 KUHAP, Pasal 82 ayat 1 dan ayat 3 KUHAP dalam konteks Praperadilan, Pasal 128 s/d 130 KUHAP, Pasal 194 KUHAP, dan Pasal 215 dari Penyitaan telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, yaitu“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.” Oleh karena Penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa dwang middelen yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP, Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, Penyitaan tersebut dapat dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh Pasal 39 KUHAP, benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana;2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang menjawab pertanyaan Anda, maka untuk memudahkan dan mempersempit pembahasan jawaban, saya akan menyampaikan contoh yang sederhana dan sering terjadi di sekitar kita. Misalnya perkara pencurian sepeda motor milik seseorang, yang pelaku pencuriannya tersebut sudah tertangkap oleh pihak kepolisian. Dalam perkara pencurian tersebut, sepeda motor yang merupakan milik yang sah dari orang tersebut tentunya akan disita sebagai barang bukti oleh penyidik, dengan tujuan untuk kepentingan pembuktian dalam perkara perkara tersebut, pemilik yang sah dari sepeda motor tersebut yang dapat dibuktikan dengan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor/BPKB dan Surat Tanda Nomor Kendaraan/STNK, akan berkapasitas sebagai saksi korban/saksi pelapor, yang akan memberikan keterangan kepada penyidik bahwa benar sepeda motor tersebut adalah miliknya. Keterangan pemilik sepeda motor tersebut akan dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan BAP, yang menjadi acuan dibuatnya surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, sebagai dasar bagi hakim dalam menjatuhkan melindungi kepentingan publik, dalam hal ini adalah pemilik yang sah dari benda yang disita oleh Penyidik tersebut, maka Pasal 46 KUHAP juga telah mengatur tentang mekanisme pengembalian benda sitaan, yaitu“1 Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, apabilaa. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.2 Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.”Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara hukum, sepeda motor yang menjadi barang bukti dalam perkara pencurian tersebut akan dikembalikan kepada orang yang paling berhak pemiliknya/kepada mereka yang namanya disebut dalam Putusan Pengadilan tersebut. Demikian jawaban saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Jawaban yang diberikan oleh penjawab atas pertanyaan dari penanya tersebut diberikan dalam konteks/contoh nyata dan secara spesifik sebagaimana dalam perkara pencurian sepeda motor, yang sering terjadi di masyarakat;2. Soal penyitaan dan benda sitaan sebagaimana dimaksud dalam jawaban ini bukanlah dalam konteks Praperadilan vide Pasal 82 ayat [1] huruf b dan ayat [3] huruf d KUHAP, karena pada prinsipnya sah atau tidaknya penyitaan bukanlah objek dari Undang-Undang Hukum Acara Pidana MK menilai kerugian yang dialami pemohon disebabkan karena penerapan norma, bukan persoalan konstitusionalitas norma Intinya, pasal itu menyebutkan terhadap aset negara tak bisa dilakukan penyitaan. Nah, disinilah persoalannya. Tedjo memiliki perkara perdata melawan Walikota Surabaya. Berdasarkan Putusan pengadilan yang inkracht, Tedjo akhirnya menang. Walikota harus membayar sejumlah uang kepada Tedjo. Namun, Walikota tak mau melaksanakan putusan itu. Langkah Tedjo untuk melakukan penyitaan terhadap aset Kota Surabaya tak bisa dilakukan. Mereka selalu berlindung dibalik pasal itu,  Satu-satunya langkah tersisa yang dimiliki Tedjo adalah membawa Pasal 50 itu ke MK. Sayangnya, usaha itu untuk sementara kandas karena MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Dalam pertimbangannya, MK menilai perkara Tedjo itu merupakan persoalan penerapan hukum. Kerugian pemohon sama sekali tidak ada hubungannya dengan konstitusionalitas norma yang dimohonkan pengujiannya, ujar Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.  Maruarar mengatakan, dalam persoalan ini, cantelan Pasal dalam UUD 1945 yang digunakan Tedjo tidak ada kaitannya dengan kerugian yang dialami olehnya. Tedjo memang membawa Pasal 28D ayat 1, Pasal 28H ayat 2, Pasal 28I ayat 2 dan ayat 4 UUD 1945. Pasal yang dijadikan dasar pengajuan permohonan sama sekali tidak dirugikan oleh berlakunya ketentuan Pasal 50 undang-undang a quo, jelas Maruarar  MK akhirnya berkesimpulan kedudukan hukum atau legal standing Tedjo tidak memenuhi syarat-syarat hukum sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 ayat 1 UU MK. Karenanya, lanjut Tedjo, MK tidak perlu mempertimbangkan dan menilai lebih lanjut pokok permohonan. Proses persidangan memang berlangsung singkat. Tanpa mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah maupun saksi dan ahli, sebagaimana lazimnya, MK langsung menjatuhkan putusan. Alasannya, permohonan Tedjo ini sejak awal tidak relevan.  Pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi telah menjelaskan larangan untuk menyita aset negara sudah eksis sejak zaman kolonial. Tujuannya justru untuk melindungi kepentingan umum. Bayangkan saja bila Gedung MK ini disita, tuturnya. Karenanya, ia tak sependapat dengan Tedjo bila Pasal itu dinilai diskriminatif.  Arsyad menilai persoalan ini hanya berkaitan dengan proses eksekusi saja. Ia menyarankan agar Tedjo meminta Ketua PN Surabaya mengeluarkan aanmaning atau surat teguran lagi. Tapi permintaan anda ini ditembuskan juga ke Pengadilan Tinggi dan Ketua Muda Pengawasan MA, ujarnya. Dengan tembusan itu, Arsyad menilai eksekusi akan berlangsung lancar.  Putusan memang telah diketok. Isinya pun mirip dengan apa yang telah diutarakan Arsyad tersebut. Tak ada diskriminasi dalam Pasal 50 itu. Meski begitu, Tedjo sampai saat ini masih bertanya-tanya. Mengapa bila rakyat kalah berperkara dengan negara, aset rakyat bisa disita. Sedangkan ketika negara kalah berperkara dengan rakyat, aset negara tidak dapat disita. Pertanyaan yang masih disimpan Tedjo ketika menuju rumahnya selepas menghadiri sidang pembacaan putusan di tua itu tak bisa memendam amarahnya lagi. Tedjo Bawono, nama lengkapnya, menumpahkan amarahnya saat diwawancarai wartawan usai sidang. Ini tidak adil, katanya. Mahkamah Konstitusi MK memang baru saja mengetuk palu putusan atas permohonan Tedjo dalam pengujian Pasal 50 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima, ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar di ruang sidang MK, Rabu 28/1. Putusan ini bagi Tedjo bak petir di siang bolong. Ia mengaku tak tahu kemana lagi akan memperjuangkan haknya. Saat ini ia hanya bisa mengomentari putusan itu. Bagaimana mungkin aset negara itu tak bisa disita? ujarnya.  Tedjo memang menunjuk Ketentuan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara. Pasal itu menyebutkan 'Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap a. uang atau barang berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah; c. barang bergerak milik negara/ daerah yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah; e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.'   JAKARTA, - Ada sejumlah barang dilarang impor yang perlu dipahami oleh masyarakat. Di antaranya barang dilarang impor adalah gula dan beras dengan jenis tertentu. Serta pakaian bekas juga dilarang sebelum melakukan impor ada baiknya pahami dulu jenis barang dilarang impor agar barang yang Anda beli tidak disita atau tertahan di Bea Cukai. Baca juga Jokowi Kesal, RI Tekor Rp 7 Triliun Setahun gara-gara Impor Elpiji Lantas, apa saja jenis barang dilarang impor?Jenis Barang Dilarang Impor Dirangkum dari akun Instagram resmi Kementerian Perdagangan, berikut adalah sejumlah jenis barang dilarang impor sesuai dengan Permendag Tahun 2022 Baca juga Erick Thohir Proyek DME Bakal Pangkas Impor LPG 1 Juta Ton per Tahun Gula dengan jenis tertentu, contohnya adalah gula kristal mentah atau gula kasar, gula kristal rafinasi, dan gula kristal putih. Beras dengan jenis tertentu, contohnya adalah beras setengah giling atau digiling sepenuhnya, beras ketan, beras hom mali, dan beras pecah. Bahan perusak lapisan ozon, contohnya adalah turunan halogenasi dari hidrokarbon seperti karbon tetraklorida, matil klorofom, dan lain-lain. Kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Barang berbasis sistem pendingin yang menggunakan CFC dan HCFC-22, contoh mesin pengatur suhu, lemari pendingin, peti kemas dengan klarifikasi tertentu. Bahan obat dan makanan tertentu, contohnya adalah amida asiklik, karisofrodol, monoamina aromatik, hidrokarbon, sikloterpenik, dan lain-lain. Bahan berbahaya dan beracun B3, contohnya adalah turunan halogenasi dari hidrokarbon, epoksida, insektisida, rodentisida, fungisida, dan lain-lain. Limbah B3 dan limbah non B-3, contohnya adalah terak, abu dan residu, minyak petroleum, limbah rumah tangga, sisa dan skrap dan lain-lain. Perkakas tangan bentuk jadi contohnya adalah sekop datar dan lengkung, cangkul dan garu, kapak, sabit, paruh, gunting untuk tanaman dan lain-lain. Alat kesehatan mengandung merkuri, contohnya adalah amalgam gigi yang mengandung merkuri, alat ukur tekanan darah mengandung air raksa, termometer mengandung air raksa, dan lain-lain. Nah, itulah jenis barang dilarang impor yang perlu diketahui oleh masyarakat. Virdita Ratriani Baca juga Menteri Teten Kacang Koro Pedang Jadi Alternatif Atasi Ketergantungan Impor Kedelai Artikel ini telah tayang di dengan judul 10 Jenis Barang Dilarang Impor, Ada Gula, Beras, dan Pakaian Bekas Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. PMK 189/2020 Redaksi DDTCNews Senin, 14 Desember 2020 1742 WIB Ilustrasi. JAKARTA, DDTCNews – PMK 189/2020 mengatur ketentuan objek sita saat pelaksaan penyitaan dalam penagihan pajak. Dalam Pasal 21 PMK tersebut ditegaskan objek sita meliputi pertama, barang milik penanggung pajak. Kedua, barang milik istri atau suami dan anak yang masih dalam tanggungan dari penanggung pajak, kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta. “[Barang tersebut] yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu,” bunyi penggalan Pasal 21 ayat 1, dikutip pada Senin 14/12/2020. Adapun penyitaan dilakukan terhadap barang bergerak atau barang tidak bergerak. Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak. Urutan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak yang disita ditentukan oleh juru sita pajak. Dalam menentukan urutan tersebut, juru sita pajak memperhatikan jumlah utang pajak, biaya penagihan pajak, serta kemudahan penjualan atau pencairannya. “Penyitaan dilaksanakan sampai dengan jumlah nilai barang sitaan diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak,” bunyi Pasal 22 ayat 3. Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 23, ada pula kewenangan untuk melakukan penyitaan tambahan. Tindakan ini dapat dilaksanakan jika nilai barang sitaan tidak cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Selain itu, penyitaan tambahan juga bisa dilakukan apabila hasil lelang, penggunaan, penjualan, dan/ atau pemindahbukuan barang sitaan tidak cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Adapun barang bergerak yang dimaksud termasuk pertama, uang tunai, termasuk mata uang asing dan uang elektronik atau uang dalam bentuk lainnya. Kedua, logam mulia, perhiasan emas, permata, dan sejenisnya. Ketiga, harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada lembaga jasa keuangan LJK sektor perbankan, meliputi deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Keempat, harta kekayaan penanggung pajak yang dikelola oleh LJK sektor perasuransian, LJK lainnya, dan/ atau entitas lain yang memiliki nilai tunai. Kelima, surat berharga meliputi obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di LJK sektor pasar modal. Keenam, surat berharga meliputi obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di LJK sektor pasar modal. Ketujuh, piutang. Kedelapan, penyertaan modal pada perusahaan lain. Sementara, yang dimaksud dengan barang tidak bergerak termasuk tanah dan/atau bangunan serta kapal dengan isi kotor paling sedikit 20 meter kubik. Pasal 24 mengatur barang sitaan dititipkan kepada penanggung pajak, kecuali jika menurut juru sita pajak, barang sitaan perlu disimpan di kantor pejabat atau di tempat lain. Ada beberapa dasar pertimbangan juru sita pajak untuk menentukan tempat penitipan atau penyimpanan barang sitaan. Pertama, risiko kehilangan, kecurian, atau kerusakan. Kedua, jenis, sifat, ukuran, atau jumlah barang sitaan. Adapun tempat lain yang dimaksud meliputi LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain; kantor pegadaian; kantor pos; dan tempat tertentu yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak. kaw Cek berita dan artikel yang lain di Google News. Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. c. Barang tak Bergerak yang Boleh Disita Dalam golongan barang tak bergerak yang boleh disita, yaitu 1 Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan sebagainya, baik yang ditempai sendiri maupun yang disewakan atau dikontrakan kepada orang lain. 2 Kebun, sawah, bungalow dan sebagainya baik yang ditempati atau dikerjakan sendiri maupun yang disewakan. 2. Barang-barang yang Dikecualikan dari Penyitaan Barang-barang yang dikecualikan menurut ketentuan Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 200 adalah sebagai berikut a. Pakaian dan tempat tidur serta perlengkapan yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah. c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara. d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan lat-alat yang digunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan. e. Peralatan dalam kendaraan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak melebihi dari Rp. dua puluh juta rupiah. f. Peralatan Penanggung cacat yang digunakan penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungnnya. G. Pelaksanaan Penyitaan Pelaksanaan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak yang melunasi pajak terutang dan biaya penagihan pajak dalam Surat Paksa sebagaimana mestinya diatur dalam Pasal 10 sampai dengan 24 Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa PPSP sesuai dengan Pasal 24 Undang- undang Nomor 19 Tahun 2000, ketentuan mengenai tata cara penyitaan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 24 tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 135 tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang ditetapkan tanggal 21 Desember 2000 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Penyitaan terhadapa penanggung pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik yang berada ditempat kedudukan yang bersangkutan maupun maupun ditempat lain. Pada dasarnya penyitaan terhadap badan dilakukan terhadap barang milik perusahaan. Namun apabila nilai barang tersebut tidak mencukupi atau barang milik tidak dapat ditemukan atau karena kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang milik perusahaan, penyitaan dapat dilakukan terhadap barang-barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau ketua yayasan.

barang yang tidak boleh disita